Jumat, 04 Maret 2011

Silaturahim = Mengunjungi Saudara Penghuni Surga

Hari sabtu dan ahad merupakan hari yang pada umumnya digunakan orang untuk aktifitas pribadi atau acara keluarga, baik sekedar refreshing atau melakukan pekerja rumah yang tidak sempat dilakukukan di hari-hari yang lain. Karena, di Indonesia hari itu adalah hari libur yang oleh sebagian penduduknya benar-benar dimanfaatkan sebagai hari libur untuk melepas kepenatan dari rutinitas kerja lima hari sebelumnya. Meskipun masih ada yang bekerja di hari Sabtu, tetapi ada sebagian yang sudah membawa perlengkapan liburannya ke tempat bekerja agar bisa langsung weekend, alasannya supaya tidak perlu repot balik kerumah lagi untuk sekedar packing. Hemat ongkos biaya sekaligus irit waktu.

Pada waktu liburan akhir pekan, apa yang dilakukan oleh masyarakat sangatlah berragam. Ada yang mengisi dengan berolahraga bersama keluarga, kerabat dan sahabat, ada yang mengisinya dengan berekreasi ke tempat-tempat wisata dan ada pula yang mengisinya dengan menghadiri majelis-majelis taklim, menghadiri undangan, mengikuti pengajian rutin bulanan dan lain sebagainya.

Namun di balik ragam aktifitas yang dilakukan selama mengisi liburan akhir pekan, sudah pasti terjadi interaksi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Interaksi itu bisa hanya berisi obrolan santai, berkompetisi dalam sebuah permainan, atau bisa juga bercengkrama lewat facebook atau twitter di dunia maya. Semua itu adalah bentuk interaksi sosial baik secara langsung atau dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.

Apa yang sobat siroh pikirkan dari makna aktifitas akhir pekan saat berinteraksi dengan orang lain?

Pernahkah sobat siroh berfikir bahwa akhir pekan itu merupakan waktu yang tepat untuk saling mempererat kembali tali silaturahim misalnya dengan mengunjungi famili yang sudah lama tidak bersua, menjenguk saudara yang kebetulan tidak tinggal serumah dengan kita, berkunjung ke rumah kerabat diluar kota, membesuk teman yang sedang sakit, berjumpa kawan yang telah sekian lama tidak bertemu, atau bisa juga dengan saling bertemu berkomunikasi dengan ragam cara yang bisa kita pilih sarana dan tempatnya.

Kegiatan yang sobat siroh lakukan diakhir pekan, seperti: kumpul-kumpul dengan teman sekolah atau teman-teman satu komunitas, mengunjungi saudara yang sedang hajatan, menghadiri undangan, bisa merupakan proses kita mendapatkan surga. Lho Kok bisa?

Untuk sobat siroh yang senantiasa belajar pada Nabi, maka ia akan tahu bahwa kalau semakin sering seseorang mengunjungi saudara dan kerabatnya, semakin intens ia menyambung komunikasi yang terputus akan itu akan menjadi tiket baginya untuk menjadi penghuni surga, mau ngga..??? Ini adalah hadiah yang diberikan Allah dan disampaikan langsung oleh Nabi shallalahu alaihi wa sallam, seperti apa haditsnya,

Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang para penghuni surga? Mereka berkata: “Tentu wahai Rasulullah“, maka beliau bersabda: “Nabi itu di surga, orang yang jujur di surga, dan orang yang mengunjungi saudaranya yang sangat jauh dan dia tidak mengunjunginya kecuali karena Allah maka ia di surga.” (Hadits hasan, diriwayatkan At-Thabrani)

Bahkan ada lagi bonus dan reward dari seringnya kita menjalin tali silaturahim,

“Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menyambung tali silaturahim.” (Muttafaq ‘alaih)

Sobat siroh, namun ada prasyarat yang tidak bisa ditolak agar kita menjadi penghuni surga dari hadits diatas, antara lain :

1. Membiasakan diri untuk senantiasa mengunjungi saudara, kerabat, sanak famili dan saudara se-iman, tanpa membeda-bedakan status sosial yang ada
2. Menjadikan Allah sebagai sandaran di setiap kunjungan, atau dengan kalimat: “Aku mengunjunginya karena Allah, aku mencintai saudaraku karena Allah. Hal ini digambarkan langsung dari kisah yang tertuang dalam hadits berikut ini “Bahwa ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di negeri lain. Lalu Allah mengutus malaikat untuk mengkuti orang tersebut. Ketika malaikat itu sudah bertemu denganya, ia berkata kepadanya: Kemana engkau hendak pergi? Ia menjawab: Aku ingin mengunjungi saudaraku dinegeri itu. Malaikat bertanya lagi: Apakah karena engkau memiliki harta yg diurus olehnya? Ia menjawab: Tidak, tetapi aku mencintainya tidak lain karena Allah. Malaikat itu berkata: Ketahuilah bahwa sebenarnya aku ini utusan Allah untuk menyampaikan kabar kepadamu bahwa Allah juga mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu”. (HR.Muslim dari Abu Hurairah)

Sobat siroh, dari dua pelajaran di atas sebenarnya kita dapat menggunakan momen-momen untuk senantiasa mengunjungi saudara seperti :

1. Reuni keluarga, karena reuni keluarga adalah sarana agar dapat terikatnya komitmen antar keluarga untuk kumpul dan saling mengunjungi keluarga lainnya. Beragam cara dikemas untuk mengisi acara reuni keluarga seperti ini dan yang paling kesohor adalah arisan keluarga. Di ajang ini sobat siroh dapat ikut serta untuk hadir dan mengenal kerabat-kerabat yang tergabung dalam silsilah keluarga. Karena Nabi ketika masih kecil, pernah di bawa oleh ibunda Aminah dari Mekkah ke Madinah disamping untuk ziarah ke makam sang ayah juga untuk mengenal kerabat dan garis silsilah keluarga dari nasab ibunya.
2. Pengajian yang di program oleh Masjid, RT/RW, sekolah maupun lembaga-lembaga tertentu. Kita akan saling bertemu dan berbagi ilmu dan mendapatkan pahala karena berkumpul dan saling bertemu di majlis yang Allah ridhai
3. Komunitas-komunitas yang di bentuk karena memiliki kesamaan profesi seperti komunitas pedagang asongan, kesamaan alat transportasi seperti klub sepeda tua, kesamaan visi seperti komunitas ciliwung bersih, kesamaan hobi seperti hiking atau pencinta alam dll.

Maka dari itu sobat siroh, momen-momen yang sudah terbentuk dan sudah terjadwal rutin diikuti, harusnya kita jadikan lebih bermakna dan sudah seharusnya memenuhi kriteria amal perbuatan yang membantu kita menjadi penghuni surga.

So, yang sobat siroh kira-kira perlukan adalah merevisi ulang niat, cara dan acara kita berkumpul dan berkunjung. Jangan sampai acara kumpul-kumpul yang sudah baik itu justeru sebagai ajang bermaksiat kepada Allah. Naudzubillah

Kita bisa merevisi pertemuan di komunitas-komunitas kita, klub-klub tertentu agar pertemuan dan acara yang dilaksanakan tidak melenceng dari agama dan tentunya bernilai pahala, contoh : Punya Gank motor, setiap anggota gank berkomitmen, “Kita adalah saudara, saling mencintai karena Allah, Shalat pantang kita tinggalkan dan mengganggu orang pantang kita lakukan”.

Aneh nggak gank motor punya slogan kayak gitu??? Gak apa-apa aneh asal nggak nyeleneh

Jalan menuju surga itu banyak, bahkan sebagian sudah rutin kita lakukan, berarti yang perlu kita lakukan hanya meluruskan niat dan caranya. Ada orang yang masuk surga karena mengajarkan ilmu pengetahuan, ada yang masuk surga karena banyak bersedekah, ada yang masuk surga karena baktinya kepada orang tua. Dan kita Insya Allah bisa juga masuk surga dengan cara dengan mengajak kawan-kawan komunitas kita untuk saling bersaudara karena Allah, saling berkomitmen untuk tidak melalaikan agama dan saling nasehat menasehati dalam hal kebenaran dan saling nasehat menasehati dalam hal kesabaran.

Subhanallah, seandainya anak-anak dan remaja seperti sobat siroh yang tergabung dalam komunitas-komunitas dan mau menjadikan komunitasnya adalah saudara untuk saling mencintai karena Allah. Maka, komunitasnya akan bersama-sama berkumpul lagi di Surga.
Selengkapnya...

Rabu, 02 Maret 2011

Buah Kebaikan

Kebaikan itu seperti tanaman yang tak pernah layu dan kering. Sekalipun di tanam di tanah yang tandus dan gersang, ia akan tetap tumbuh dan mengeluarkan buahnya. Dan buah ini tak akan jatuh kepada siapapun, kecuali kepada orang yang menanamnya.

Oleh karena itu, tanamlah selalu kebaikan dimanapun Anda berada. Karena dimanapun Anda menanamnya, ia tak akan hilang. Sekalipun Anda memberikannya kepada orang yang salah.

Berbuat baiklah kepada lawan Anda. Berbuat baiklah kepada orang yang membenci Anda. Karena kebaikan Anda tak akan hilang sia-sia. Barangkali dengan begitu lawan Anda akan menjadi kawan yang setia, dan orang yang membenci Anda akan berbalik mencintai Anda.

Di dalam bis kota mungkin Anda menjumpai seorang pengamen. Lalu Anda merogoh saku, mengambil uang recehan dan memberikannya pada pengamen itu. Setelah itu berpikir ulang atas apa yang telah Anda lakukan. Anda berpikir, pengamen itu masih muda, tubuhnya sehat, gagah, masih kuat untuk bekerja, kenapa aku tadi memberinya uang?

Atau mungkin Anda bersedekah kepada orang lain yang belum Anda kenal. Anda tidak tahu bahwa orang ini sebenarnya adalah orang berada, bahkan lebih kaya dari Anda. Setelah Anda tahu atau ada orang lain memberi tahu Anda tentang orang yang telah Anda beri, maka Anda kembali berpikir, wah.., aku telah salah dalam memberi. Seharusnya sedekah itu tak aku berikan padanya.

Sekali lagi, jangan khawatir kebaikan Anda kepada pengamen muda atau kepada orang kaya tadi akan sia-sia, atau tidak bernilai pahala. Kebaikan Anda pada mereka akan tetap berbuah, berbuah dan berbuah. Dan buah itu akan Anda nikmati. Buah itu bisa berupa materi yang melimpah atau berupa pertolongan Allah setiap kali Anda membutuhkannya.

Percayalah!

"Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Hud: 115).
Selengkapnya...

Belajar dari Burung

Seekor burung. Tak punya akal layaknya manusia. Hidup di alam bebas. Tinggal di dalam sangkar buatannya yang mungil. Setiap pagi ia terbang dari sarangnya dalam keadaan perutnya yang masih kosong. Hinggap dari satu dahan ke dahan yang lain. Terbang dari satu pohon ke pohon yang lain. Mencari sesuap rizki Tuhan untuk dirinya dan untuk anak-anaknya yang ia tinggal di sangkar. Dengan telaten ia memintal daun demi daun. Barangkali Allah meletakkan rizkinya hari itu disana. Di tengah-tengah kesibukannya itu, ia masih sempat melantunkan kicauan tasbih yang menambah harmonika alam. Sangat syahdu.

Sore harinya, ia terbang dari ranah seberang, menyisir belantara pepohonan, pulang menuju istananya. 'Telihnya' sudah penuh dengan biji-bijian atau ulat-ulat yang seharian ia kumpulkan. Iapun membagikannya kepada anak-anaknya. Begitulah setiap hari ia menjalani aktifitasnya. Seperti itulah gambaran sikap tawakkal yang sempurna, sebagaimana telah diungkapkan oleh Rasulullah Saw:

"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sungguh-sungguh, maka Allah benar-benar akan memberimu rizki sebagaimana Dia memberi rizki kepada burung, yang keluar di pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di waktu petang dalam keadaan kenyang." (HR. Tirmidzi).

Burung telah mengajarkan pada kita konsep yang jelas tentang makna tawakkal. Gambaran inilah yang pernah Rasulullah Saw sampaikan kepada para sahabatnya ketika itu. Bahkan tidak tanggung-tanggung lagi, Rasulullah Saw menjamin dengan surga bagi siapapun dari ummatnya yang memiliki hati yang tawakal seperti burung.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda, "Ada kaum-kaum yang masuk surga, lantaran hati mereka seperti hati burung." Maksudnya adalah hati yang bertawakal pada Allah Ta'ala. (HR. Muslim).

Jika kita cermati dengan baik pesan Rasulullah Saw ini, maka kita akan mengetahui bahwasanya tawakkal itu juga harus diringi dengan ikhtiar. Bukan hanya semata-mata menyerahkan semuanya pada Allah, tanpa mau berusaha. Seperti layaknya burung diatas, untuk mendapatkan rizkinya ia juga keluar dari sarangnya, berpindah kesana-kemari, tidak hanya tinggal diam di sarangnya saja.
Orang yang tawakkal adalah orang yang melakukan sesuatu (berikhtiar) dengan menyandarkan segala bentuk kemungkinan yang terjadi dari ikhtiarnya tersebut kepada Allah.

Makhluk kecil itu telah mengajari kita sebuah pelajaran berharga dalam hidup ini. Sebuah sikap yang akan membawa kita menuju kedamaian hidup. Sebuah sikap yang akan membawa menuju kesempurnaan keyakinan kita kepada Sang Kuasa. Sungguh, keyakinan kita belum sempurna selama hati kita belum seratus persen bergantung pada-Nya. Hati kita masih masih mencari gantungan-gantungan selain-Nya yang sudah pasti lemah.

"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui." (QS. Al-Ankabut: 41).

Ayat ini dengan sangat jelas menguraikan kepada siapa kita kembalikan urusan kita, sejelas sinar mentari di siang hari, tak ada yang tersembunyi. Jika kita gantungkan kepada Allah, maka sudah tentu Allah akan mencukupi kita sebagaimana janjinya dalam surat ath-Thalaq ayat tiga diatas. Tapi jika kepada selain-Nya, maka bersiap-siaplah untuk kecewa. Karena pada hakikatnya kita sedang bergantung di bawah serat-serat rumah laba-laba. Jangankan kita sentuh, terkena angin saja rumah laba-laba itu itu sudah bergoyang. Cukuplah kepada Allah kita kembalikan semua urusan kita.
Selengkapnya...

Selasa, 01 Maret 2011

Pengaruh Al-Qur'an pada Karakter Pembacanya

Membaca dan mengamalkan kandungan al-Qur'an adalah salah satu kunci kebesaran Islam di masa lampau. Ungkapan ini memang terdengar tabu, norak atau ekstrem. Namun sejarah membuktikan itu. Hafal al-Qur'an sejak kecil adalah tradisi orang-orang dahulu. Mereka biasa menyuruh anak-anak mereka untuk menghafal al-Qur'an dahulu sebelum pada akhirnya mengarahkannya pada bidang-bidang tertentu sesuai dengan kecenderungan sang anak.

Ibnu Sina telah hafal al-Qur'an sejak usia 5 tahun. Ketika dewasa ia menjadi seorang filosof dan juga ilmuan di bidang kedokteran. Jadinya adalah seorang pakar kedokteran yang hafal al-Qur'an.

Imam Syafi'i juga seperti itu, hafal al-Qur'an saat usia belia, tujuh tahun. Ketika dewasa ia menjadi ulama' besar dalam ilmu fiqih dan juga ahli bahasa. Jadinya adalah ulama' yang hafal al-Qur'an.

Orang-orang seperti itu banyak kita dapati di era dulu. Ibnu Sina dan Imam Syafi'i adalah contoh kecilnya saja. Demikian halnya Umar bin Abdul Aziz yang juga hafal al-Qur'an saat masih kecil. Memang tidak terlalu jelas usia berapa dia hafal, karena riwayat hanya mengatakan bahwa dirinya hafal al-Qur'an saat masih kecil. Tapi kata masih kecil ini mengandung makna bahwa dia belum masuk usia baligh ketika itu.

Hal inilah yang menimbulkan kesan ajaib pada diri seorang Umar. Sehingga ketika pada saatnya nanti dia menjadi seorang pemimpin, maka dia adalah pemimpin yang hafal al-Qur'an. Ini yang langka terjadi hari ini.

Mengapa harus al-Qur'an? Ini adalah sebuah pertanyaan yang unik untuk dijawab.

Urusan ilmu psikologi jiwa manusia, maka al-Qur'an telah menjelaskannya dengan sangat gamblang. Seseorang yang memiliki kedekatan dengan al-Qur'an setidaknya akan memiliki dua karakter sebagai berikut:

Pertama, ia akan mudah diingatkan ke jalan yang benar saat menyimpang. Ibarat magnet yang memiliki daya tarik terhadap benda-benda di sekelilingnya, maka al-Quran pun juga begitu, memberikan efek kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Semakin dekat dan akrab seseorang dengan al-Qur'an maka daya tarik al-Qur'an terhadap orang tersebut juga akan semakin kuat. Demikian halnya sebaliknya. Itu berarti bahwa orang yang akrab dengan al-Qur'an itu akan mudah kembali pada al-Qur'an ketika ia mulai menyimpang dari kebenaran. Hal inilah yang ditegaskan Allah Swt dalam firman-Nya:

"Maka berilah peringatan dengan al-Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku." (QS. Qaaf: 45).

Kedua, ia akan memiliki orientasi yang terarah. Maksudnya adalah, dengan menjadikan al-Qur'an sebagai pijakan di setiap langkah kepemimpinan, maka al-Qur'an akan memberikan bimbingan dan arahan jiwa. Sehingga ia tetap bisa melihat di saat gelap. Ia tetap berdiri kokoh di saat yang lain tumbang. Ia akan terus melangkah di saat yang lain berhenti. Hal itu karena kejelasan dan keterarahan orientasi yang hendak dituju. Allah Swt berfirman:

"(Mereka) yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal." (QS. az-Zumar: 18).

Maksudnya adalah mereka yang mendengarkan ajaran-ajaran al-Quran dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya adalah ajaran-ajaran al-Quran karena ia adalah yang paling baik.cahaya siroh
Selengkapnya...