Sabtu, 27 November 2010

Letusan Merapi Bakal Tiga Kali Lebih Besar Tapi tak Bisa Diprediksi Nasional

dakwatuna.com – Yogyakarta. Gunung Merapi itu mempunyai heterogenitas yang sangat tinggi, ada energi dari gempanya, ada energi deformasinya, ada energi dari panasnya. ”Heterogenitas itu yang menyebabkan kita tidak bisa memprediksi kapan terjadi letusan dengan tepat, dalam arti jam berapa letusan itu terjadi,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surono pada wartawan di di kantor BPPTK (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian) Yogyakarta, Ahad (31/10) malam.
Ilmuwan yang ada hanya bisa menerangkan suatu proses yang sedang terjadi, tetapi untuk menyebutkan kapan terjadi itu tidak bisa. keilmuwan hanya bisa meyakinkan bahwa sesuatu bakal terjadi. ”Kita bisa mengetahui energi Merapi kali ini tiga kali lebih besar dari tiga letusan yang terjadi pada tahun 1997, 2001 dan 2006. Karena itu dia mengimbau kepada para pengungsi tetap berada di pengungsian .

Lebih lanjut, dia mengatakan, daerah yang harus dikosongkan dan tidak ada aktivitas masih dalam jarak 10 kilometer dari puncak Merapi. Maksudnya supaya aman. Tetapi masih ada juga warga yang tidak mau turun.

Menurut Surono letusan yang terjadi pada hari Sabtu dini hari sebetulnya tidak besar cuma masyarakat panik karena abunya sampai Yogyakarta dan sekitarnya. ”Waktu hari Sabtu (30/10) dini hari lama letusannya hanya 21 menit, sedangkan pada waktu hari Selasa (26/10) petang yang sampai menewaskan Mbah Marijan lamanya letusan sampai 33 menit,” jelas dia. (Krisman Purwoko/neni ridarineni/RoL)
Selengkapnya...

VISI :
  • Menjalin Ukhuwah Islamiyyah demi (LI ILLAHI KALIMATILLAH)

MISI :
  • Menjadikan Paguyuban sebagai sarana untuk Bersilaturahim (interaksi)
  • Menjadikan Paguyuban sebagai sarana untuk Saling Mengenal (ta'aruf)
  • Menjadikan Paguyuban sebagai sarana untuk Saling Memahami (tafahum)
  • Menjadikan Paguyuban sebagai sarana untuk saling Menaggung Beban (takaful)
  • Menjadikan Paguyuban sebagai sarana untuk Saling Bekerjasama dalam Kebaikan dan mmberantas Kemaksiatan.
VISION:

* Establish Ukhuwah Islamiyyah by (LI Divine KALIMATILLAH)


MISSION:

* Making the Circle as a means to Bersilaturahim (interaction)
* Making the Circle as a means for Mutual Understanding (ta'aruf)
* Making the Circle as a means for Mutual Understanding (tafahum)
* Making the Circle as a means for mutual Menaggung expense (takaful)
* Making the Circle as a means for mutual cooperation in combating Kindness and disobedience.
Selengkapnya...

Beginilah Pemimpinnya & Beginilah Penegak Hukumnya

Abdurahman an-Nashir, khalifah Andalus tahun 300H-350H. Hari itu, dia mengumpulkan seluruh jajaran pejabat negeri. Dalam rangka grand opening istana yang baru selesai dibangunnya. Istana Dar ar-Raudhah. Bukan saja besar tetapi teramat megah. Cukuplah disebutkan di sini, bahwa istana itu berlapis emas dan perak hingga atapnya. Pertanyaan khalifah tentang istananya, membuka acara tersebut. Semua pejabat yang bicara memuji sang khalifah.

Hingga sampailan pertanyaan itu kepada sang penegak hukum di negeri itu, al-Mundzir bin Said al-Baluthi. Al-Mundzir yang ditanya malah menangis. Air mata mengalir membasahi jenggotnya. Inilah pernyataan sang penegak hukum,

“Demi Allah wahai amirul mukminin, saya tidak menyangka bahwa syetan telah menyesatkanmu hingga sejauh ini. Dengan semua yang Allah berikan kepadamu berupa nikmat, syetan telah menempatkanmu di rumah orang kafir.”

Bak petir di siang bolong. Khalifah marah, “Bagaimana kamu tempatkan saya sejajar dengan orang kafir?”

Al-Mundzir menjawab, “Bukankah Allah telah berfirman: Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng- loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya…..” (Qs az-Zukhruf: 33)

Khalifah Abdurahman an-Nashir yang tadi marah, kini tertunduk sambil menangis sesenggukan. Kemudian berkata, “Semoga Allah memberimu pahala yang paling agung atas jasamu terhadap kami, dirimu, muslimin dan Islam ini. Semoga Allah memperbanyak orang seperti Anda. Apa yang Anda katakan itu benar.”

Kemudian sang pemimpin tertinggi negeri yang telah merasa bersalah itu memerintahkan agar semua lapisan emas dan perak pada bangunan istananya dihilangkan. (Lihat: al-Andalus al-Tarikh al-Mushawwar, DR. Thariq al-Suwaidan, h. 165)

Begitulah, Andalus mencapai puncak kejayaannya di tangan pemimpin tertinggi yang sangat siap meminta maaf dan memperbaiki kesalahan dan didampingi oleh penegak hukum yang adil dan tidak takut menyampaikan kebenaran di hadapan siapapun.*
Selengkapnya...

Jumat, 26 November 2010

Melahirkan Generasi Pioner

Kota Madinah mulai berselimutkan malam. Lorong-lorong itu kini mulai sepi setelah seharian lelah beraktifitas. Suara binatang malam mulai nyaring terdengar seperti hendak menyambut malam yang telah lama mereka nantikan.

Rasa dingin mulai terasa menggigit dibalik pekatnya malam yang semakin lama semakin menyerupai tinta. Keletihan hari itu nampaknya benar-benar ingin segera mendapatkan haknya setelah seharian menunggu, karena kewajiaban juga telah menunggu keesokan harinya.

Ketika semua orang sudah dibuai mimpi di rumahnya masing-masing, ada seseorang berbadan tinggi tegap yang masih terjaga. Ia kelihatan menyusuri lorong-lorong kota karena diusik rasa tanggung jawabnya yang demikian besar. Sendirian ia menyusuri jalan-jalan dan lorong sempit kota Madinah yang semakin padat .
Setiap rumah diamatinya dari dekat. Dipasang telinga dan matanya baik-baik, kalau-kalau ada penghuninya yang masih terjaga karena lapar atau tak dapat memicingkan matanya karena sakit atau yang merintih dalam penderitaan atau barangkali ada seorang pengelana yang sedang terlantar.

Orang yang sedang mengamati kondisi rakyat kota Madinah itu, tak lain adalah khalifah Umar bin Khaththab r.a.Karena letih, beliau menyandarkan tubuhnya pada sebuah dinding rumah kecil dan buruk. Dia duduk di tanah sambil mencoba beristirahat barang sejenak. Kalau letih pada kedua kakinya sudah terasa berkurang, ia bermaksud melanjutkan langkahnya ke masjid, sebab ia merasa perjalanan malamnya hari ini sudah cukup dan waktu subuh mulai menjelang.

Tiba-tiba di saat ia duduk bertelekan pada kedua tangannya, didengarnya ada suara lirih dalam gubuk itu. Suara itu merupakan percakapan yang terjadi antara seorang ibu dengan anak gadisnya tentang susu yang baru saja mereka perah dari kambing mereka untuk dijual di pasar, pagi hari itu.

Amirul Mukminin memasang telinganya lebih baik lagi untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan. “Nak, campur saja susu itu dengan air!” kata si ibu

“Tidak boleh bu. Amirul Mukminin melarang kita mencampur susu yang akan dijual dengan air,” jawab si gadis itu.

“Tetapi semua orang melaksanakan hal itu nak, campur sajalah! Toh Amirul Mukminin tidak melihat kita melakukan hal itu.

“Bu, sekalipun Amirul Mukminin tidak melihat kita, namun Rabb dari Amirul Mukminin pasti mengetahuinya!” jawab puterinya itu

Mendengar ucapan si gadis tadi, tertegunlahlah Amirul Mukminin, ia tak kuasa menahan tangis yang menyesakan dadanya. Beliau amat kagum dengan keteguhan hati si gadis dalam menjaga imannya. Percakapan singkat itu amat membekas dalam hati beliau.

Umar bergegas pulang dan memerintahkan salah seorang pembantunya agar meneliti siapakah anak dan ibu tersebut, apakah dia masih gadis atau masih bersuami. Ternyata, si anak gadis itu masih belum bersuami dan hanya tinggal dengan ibunya.

Pagi harinya, Umar mengumpulkan anak-anaknya dan menayakan siapakah diantara mereka yang sudah siap menikah karena beliau akan mengajukan calon untuknya. Dan anaknya yang bernama Ashim ternyata menyanggupi keinginan ayahnya.

Singkat cerita, Umar bin Khathab r.a menikahkan putranya yang bernama ‘Ashim dengan gadis penjual susu itu. Nama gadis penjual susu itu adalah Ummu 'Imarah binti Sufyan bin Abdullah bin Rabi'ah Ats-Tsaqafi. Dari pernikahan mereka lahirlah anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan Ummu Ashim. Dan dari rahim Laila inilah lahir seorang adalah seorang khalifah yang adil lagi bijaksana persis seperti kakeknya, Umar bin Khatab. Anak itu adalah Umar bin Abdul Aziz, khalifah kedelapan dari Bani Umayyah yang oleh para ulama disebut sebagai khalifah kelima dari Khulafaur Rasyidin karena jasa-jasa beliau menghidupkan sunnah ketika ia mulai meredup.

Kekuatan firasat Umar melihat kejadian yang mungkin dianggap biasa-biasa saja oleh manusia telah memberikan sumbangsih yang sangat luar biasa bagi sejarah umat islam. Beliau punya saham yang besar dalam proses kelahiran seorang pemimpin yang kelak akan memenuhi dunia dengan keadilan.

Agar lahir dari umat ini generasi yang benar-benar unggulan haruslah dimulai dari memilih seorang ibu yang baik bagi anak-anak. Demikianlah keyakinan Umar ketika menikahkan Ashim dengan gadis penjual susu tersebut. Dan Umar sangat percaya dengan firasatnya. Kata ‘Umar, "Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”. Dan keyakinan itu telah mendapatkan buktinya.

Bila seorang muslim punya pendirian seperti itu, cukuplah itu sebagai jaminan bahwa tingkat muroqobatullahnya telah sangat mapan dan cukuplah itu sebagai pengawal hidupnya. Firasat Umar sangat tepat. Hanya karena si gadis tidak mau mencampur air susu dengan air karena takut Allah, Umar menyakini akan lahir dari rahimnya seseorang yang punya kualitas unggulan.

Bukankah Nabi telah bersabda : ” Pilihlah wanita berdasarkan agamanya, maka selamatlah dirimu.”***

Selengkapnya...

Kamis, 11 November 2010

belajar dari matahari

Anakku, lihatlah matahari itu. Ia tidak pernah berhenti memberikan cahaya. Sekalipun orang-orang tidak mau memujinya. Tidak pernah memberikan penghargaan kepadanya. Ia tetap memberikan pencahayaan. Bayangkan, apa yang akan dialami bumi. Bila matahari tidak mau bercahaya. Selengkapnya...

Senin, 08 November 2010

Berlindung di Masjid, 50 Orang Selamat dari Tsunami

dakwatuna.com – Mentawai, Sebuah masjid tua di Dusun Pasa Puat, Mentawai, Sumatera Barat, tidak tersentuh gelombang tsunami dan tetap berdiri kokoh. Sebanyak 50 orang yang berlindung di masjid itu pun selamat.

Seperti dikabarkan voa-islam.com, permukiman penduduk rata dengan tanah. Tak satu pun rumah warga yang berdiri. Masjid itulah satu-satunya bangunan yang berdiri kokoh menghadap pantai.

Seorang warga, Zulfikar, kepada voa-islam menuturkan, masjid itu berdiri sekitar tahun 1960. “Ini masjid tertua di dusun kami. Bentuk masjid itu sudah tidak asli lagi, karena terus diperbaiki,” ujar Zulfikar.

Zulfikar menceritakan, masjid ini sama sekali tidak tersentuh tsunami. Padahal, lokasinya tidak jauh dari pantai sedangkan rumah-rumah warga di sekitar masjid rata dengan tanah. Masjid itulah yang menjadi tempat perlindungan masyarakat saat gelombang besar datang.

Seperti mukjizat, air laut hanya sampai di teras masjid. Di luar masjid, Zulfikar melihat dengan mata kepala sendiri gelombang tsunami mencapai delapan meter.

“Kami dalam masjid ada sekitar 50 orang, sedangkan warga yang lain telah menyelamatkan diri ke perbukitan yang berjarak satu kilometer dari masjid. Melihat masjid tidak kena sama sekali, kami merasa heran. Setelah itu kami sadar ini adalah kehendak Tuhan,” jelas pria berjenggot itu.

Zulfikar dan 50 warga lainnya tidak henti-henti mengucap kebesaran Allah. Di luar masjid, tsunami terus menerjang sebanyak tiga gelombang. Tiada yang menduga, tsunami menghindar dari masjid. “Sepertinya, di masjid air terbelah, sehingga lantai masjid pun tidak basah sama sekali,” kenangnya. (Mel/ddhongkong.org/pusdai/ut)

Selengkapnya...