Jumat, 11 Juni 2010

Mengalahkan Yahudi dengan Sederhana


Tidak perlu perang besar untuk menaklukkan Yahudi. Begitulah gambaran sejarah yang bisa dibaca dalam siroh nabawiyyah. 3 suku Yahudi yang besar di Kota Nabi; Bani Qoinuqo’, Bani Nadhir dan Bani Quraidzah, kesemuanya ditaklukkan praktis tanpa perlawanan.

Di dalam Surat al-Hasyr, harta rampasan perang yang didapat muslimin dari Bani Nadhir tidak disebut ghanimah, tetapi disebut fai’. Bedanya, ghanimah adalah harta yang didapat muslimin dari sebuah peperangan yang terjadi. Sementara fai’ didapat muslimin tanpa ada perlawanan berarti dari musuhnya. Biasanya, musuh menyerah setelah dikepung beberapa waktu.

Ketiga suku besar yahudi tersebut semuanya menyerah setelah dikepung. Hanya setengah bulan, Bani Qoinuqo demikian juga Bani Nadhir dikepung oleh muslimin. Dan dengan sederhana mereka menyerah dengan konsekuensi menerima kehinaan dan kekalahan serta pergi meninggalkan negeri muslim tanpa membawa senjata dan harta.

Dengan sangat sederhana muslimin mengalahkan mereka. Dan dengan sangat mudah mereka menyerah.

Sementara suku Yahudi terbesar, Bani Quraidzah menyerah dengan hukuman mati bagi laki-laki yang telah dewasa. Padahal sesungguhnya mereka sanggup untuk bertahan lama dalam benteng-benteng mereka. Mengingat mereka mempunyai persediaan makanan, air, sumur dan benteng yang kokoh. Ditambah keadaan muslimin yang kelelahan setelah Perang Ahzab dan kondisi alam saat itu sangat dingin di tengah kelaparan muslimin.

Bani Quraidzah bukanlah kekuatan sederhana. Jika diukur dari jumlah pasukan mereka bukan pasukan kecil. Jika dihitung jumlah persediaan senjata, mereka mempunyai gudang senjata yang sangat banyak sekali (baca kembali: Yahudi di Kota Nabi).

Tetapi dengan sangat sederhana muslimin mengalahkan mereka. Dan dengan sangat mudah mereka menyerah.

Pembantaian 2 pimpinan Yahudi Bani Nadhir Ka’ab bin Asyraf dan Sallam bin Abil Huqoiq juga sederhana. Tidak perlu mengerahkan pasukan besar. Hanya perlu 5 mujahid untuk masing-masing pemimpin dengan taktik yang terukur dan rapi (baca kembali: Memutus arus opini Yahudi). Padahal, yahudi selalu meletakkan pemimpin mereka di tempat yang mempunyai perjagaan super ketat. Dan itu pula yang mereka lakukan pada dua pemimpin mereka ini.

Tetapi, tetap sangat sederhana muslimin mengalahkan mereka. Dan dengan sangat mudah mereka menyerah.

Peperangan antara muslimin dan yahudi baru terjadi di Khaibar pada tahun 7 H. Yahudi memiliki sedikit keberanian berhadapan dengan muslimin, dikarenakan mereka yakin bahwa Khaibar menjadi wilayah yang mempunyai pertahanan kokoh dengan benteng-benteng dan kebun-kebun korma. Dan Khaibar merupakan tempat berkumpulnya masyarakat yahudi. Mereka yang diusir dari masyarakat Bani Qoinuqo dan Bani Nadhir berkumpul di Khaibar.

Khaibar adalah wilayah kebun korma dan berbenteng-benteng. Setidaknya ada 8 benteng besar yang menjadi tempat pertahanan yahudi saat berhadapan dengan muslimin. Pengepungan dan perlawanan dari yahudi hanya terjadi di 6 benteng. Sementara yahudi akhirnya hanya bisa berlari dari satu benteng ke benteng berikutnya. Dan 2 benteng utama lainnya menyerah tanpa perlawanan. Dengan itu, maka menyerahlah Khaibar di tangan muslimin.

Kekalahan hina yahudi ini mengharuskan mereka melepaskan semua harta emas, perak, senjata dan tameng kepada muslimin. Muslimin hampir saja mengusir mereka dari Khaibar, hanya saja hal itu diurungkan. Karena mereka adalah masyarakat yang paling tahu tentang kebun korma Khaibar. Umat Islam setuju untuk pengelolaan tetap diserahkan kepada Yahudi dengan perjanjian setengah penghasilan Khaibar harus masuk ke Madinah. Sungguh satu bentuk keadilan muslimin, bahkan saat musuh sudah sangat tidak berdaya sekalipun. Perjanjian itu dengan catatan, bahwa muslimin berhak mengeluarkan mereka kapan saja.

Yahudi memang tidak akan kuat, selama umat ini kuat. Asalkan Umat ini memegang erat kunci-kunci kemenangannya (selengkapnya baca: Kunci-Kunci Kemenangan Islam Atas Yahudi).

Dengan sangat sederhana muslimin mengalahkan mereka. Dan dengan sangat mudah mereka menyerah.

Bahan Bacaan:

1. Al-Mujtama’ al-Madani fi ‘Ahdi al-Nubuwwah, Akram Dhiya’ al-‘Umari

2. Ar-Rahiq al-Makhtum, Shafiyyurahman al-Mubarakfuri

3. Ar-Rasul wa al-Yahud Wajhan li Wajhin, Saad al-Marshafi

4. Al-Sirah al-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar